Saat saya ingin menunda suatu pekerjaan. Saya
berfikir.
Menunda itu
nikmat. Terbebas sementara dari to do list yang melelahkan. Dapat melakukan
aktivitas lain, seperti mencari hiburan lewat menonton film, stalking
instagram, baca-baca berita. Juga membaca informasi yang kita suka. Asyik ya,
melepaskan beban yang begitu berat dari pundak kita untuk melakukan sesuatu
yang kita lebih ingin untuk dilakukan dan sifatnya relax. Asyik ya,
ongkang-ongkang kaki di depan layar kaca, atau depan layar smartphone kita,
sambil senyam-senyum sendiri menyaksikan hiburan depan mata. Asyik ya, memintal
harapan dalam dunia dongeng yang kita ciptakan sendiri. Kita membayangkan
bagaikan asyiknya hidup bak seorang ratu, raja, pangeran, ataupun permaisuri,
yang wanginya seperti minyak kasturi, setiap hari dikawal bodyguard
kesana-kemari. Berpakaian mewah megah, dihormati para rakyat di penjuru negeri.
Yang apabila rakyat bersalaman, rasa-rasanya tangan mereka tak ingin dicuci
selama sehari.
It’s fairytales.
Atau bila itu terlalu mendramatisir, kita bayangkan saja memintal harapan versi
realita. Kita berharap diri kita sukses, penghargaan sana-sini, diundang dalam
acara acara bergengsi tingkat nasional maupun internasional, berharap punya
mobil mewah, style fashion kekinian, punya pasangan yang rupawan, berprestasi,
kaya, agamis, keturunan orang baik-baik, wah sempurna deh pokoknya. Kita
membayangkan suatu kehidupan yang kita ciptakan sendiri dalam alam khayal kita.
Saat saya ingin menunda suatu pekerjaan. Saya
berfikir.
Menunda itu
anugerah. Kita diberi kewenangan, diberi kebebasan untuk menunda sesuatu yang
ingin kita tunda. Mahakarya Tuhan menciptakan manusia sedemikian rupa hingga
menjadi makhluk yang berkehendak bebas, memiliki naluri, memiliki keinginan.
Manusia makhluk yang istimewa. Dalam hidupnya, ia bisa memilih untuk menjadi malaikat
ataukah syaitan. Tentu bukan berarti 100% menjadi malaikat atau 100% menjadi
syaitan. Tapi lebih kepada dominansi diantara keduanya. Allah memberi
kewenangan kepada kita untuk melakukan sesuatu, dilengkapi juga dengan
batasan-batasan yang ada. Batasan-batasan ini diciptakan bukan untuk mengekang
manusia selama hidupnya, melainkan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Mengapa?
Tuhan yang menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina, lalu terbentuk
tulang belulang, dibungkus otot, lalu terciptalah manusia. Tuhan yang Maha Baik
juga mengirimkan aturan-aturan yang tertera dala firman-firman dalam Al Qur’an.
Tapi saya sadar
betul, kebiasaan menunda membuat saya kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
Sesuatu yang takkan bisa kembali lagi meski berjuta-juta orang mendonasikan
dananya. Sesuatu yang takkan pernah bisa dibeli sampai kapanpun. It called a
TIME.
Saat saya ingin menunda suatu pekerjaan. Saya
berfikir.
Pekerjaan yang
seharusnya bisa selesai sekarang, akan menumpuk dan menjadi tugas baru bila dibiarkan
berlarut-larut (baca:tunda). Tugas yang kita tunda akan jatuh cinta dengan
tugas yang kita tunda lainnya, mereka jatuh cinta, dan menikah. Lalu mereka
beranak pinak banyak sekali. Hehehe..
Kelak ketika
saya menunda pekerjaan lagi, saya akan membaca postingan ini seolah-olah saya
sedang dimarahi oleh diri sendiri. “Seorang yang hebat bukanlah yang berhasil
mengalahkan musuh (orang lain), tetapi yang dapat mengalahkan diri sendiri.”
Tidak tunduk pada hawa nafsu, salimul aqidah, shahihul ibadah, matinul khuluq,
qowwiyyul jism, yah pokoknya 10 kepribadian seorang muslim itu lah ya (10
muwassafat tarbiyah).
Bisa ditarik conclusion line bahwa pekerjaan atau assignment yang bisa kita lakukan saat
ini, kerjakanlah. Apa yang bisa kau kerjakan, kerjakanlah. Tuhan yang Maha Baik
(Al-Khair) telah menghadiahkan kita sang waktu untuk kita pergunakan
sebaik-baiknya agar waktu menjadi dalam kendali kita, bukan malah kita yang
dikendalikan waktu, hingga tiba saatnya akupun melihat, cintaku berkhianat..
Cintaku berkhianat... awkwkwwk *intermezzo* hingga tiba saatnya kita menyadari
bahwa apa yang kita lakukan, apa yang kita perbuat, seharusnya dalam kendali
kita.
0 Komentar