Paradoks Ramadhan – Larut dalam Euforia Ramadhan



Picture by mgarsky-monastery.org

Sebenarnya saya tak langsung mendapat gambaran detail kala sang gagasan mendatangi saya dan berkata, “Eh Dinut, gue punya ide tulisan tentang ramadhan, topiknya tentang paradoks ramadhan” . Well, it so  little bit of annoying, but I just wanna be have fun to be a partner of ideas. Alhasil, tulisan ini tidak dibuat dalam waktu se-jam dua-jam, langsung jadi. Bahkan dibuat berhari-haripun akan selalu tak luput dari revisi. Gagasan tentang paradoks ramadhan ini bekerja keras sekali berlari-lari di fikiranku. Memberi kewenangan sepenuhnya padaku untuk segera mewujudkannya. Namun, lagi-lagi ia seperti sosok misterius dalam kisah dongeng, yang harus kita cari benang merahnya, hingga pada akhirnya bertemu disuatu titik.
Dan, hello, kamu, gagasan.. Jangan coba berlari saat aku coba mengiringi, jangan coba menghindar saat aku mengejar.. Dan perburuan mendapatkan gambaran detail dari gagasan “paradoks ramadhan” pun dimulai…

Langkah awal yang saya fikirkan adalah referensi. Yaps! Saya butuh referensi. Mungkin akan sedikit membantu mengerti yang kamu mau, wahai gagasanku :) Dan aku terkejut, sebelum gagasan “paradoks ramadhan” ini mendatangiku, ternyata dia sudah mendatangi yang lain. Seorang praktisi pendidikan, wartawan berita di Kalimantan Selatan, dan penulis lepas di website www.eramuslim.com, adalah beberapa orang yang pernah didatangi gagasan “paradoks ramadhan”. Wah ternyata aku orang ke sekian yang didatangi setelah orang-orang hebat yang berkecimpung di dunia literasi yang didatangi. Selain itu, saya juga mendapatkan inspirasi dari teman-teman dikampus. Salah satunya dari partner dulu semasa di BEM Unila 2017. Makasih, Bro! Berkat lo, gagasan ini lahir kedunia dengan cantik.
****
             Panas matahari menyergap bumi. Angin sepoi sepoi hanyalah angin yang berlalu tanpa memberi kesejukan. Kering kerontang. Jalanan lengang. Hanya terlihat satu dua buah kendaraan lewat. Sebagian besar ibu rumah tangga memilih untuk beristirahat siang dirumah. Yang bekerja ya bekerja, yang sekolah ya sekolah, yang kuliah ya kuliah. Khusus untuk anak kuliahan, tidak semua kampus meliburkan akademiknya pada hari pertama ramadhan 1439 H. Ada libur, ada yang tidak. Namun, ada satu pemandangan berbeda di sudut kampus yang hari ini akademiknya diliburkan…
            Alat perekam gambar sudah terpasang, tripod telah tegak berdiri, beberapa talent yang sedari tadi memegang naskah dan memahaminya, kini siap untuk melaksanakan tugas. Kameramen, penata rias, penata properti, memberi isyarat untuk dimulainya adegan pada sang sutradara. Semua kru siaga diposisinya masing masing. Dan tidak seperti yang kamu fikirkan, ini bukanlah Production House yang sedang menggarap film nasional! Bukan juga production house film Indie yang sudah bernaung di Badan Perfilman Nasional! Hanya sekumpulan pemuda pemudi pemburu gagasan kreatif yang siap melahirkan karya untuk dunia yang lebih baik.
            Sedang marak isu tentang teroris yang sedang diperbincangkan akhir-akhir ini. Tiga gereja Surabaya di Bom, dan pelaku yang tertangkap adalah muslimah yang memakai cadar. Dari fenomena ini, munculah stereotipe di masyarakat, bahwa yang bercadar adalah radikalis, yang jihadnya garis keras, membunuh siapa saja tanpa ampun. Dan dari isu ini, sekumpulan pemuda-pemudi memburu gagasan. Dan ketika telah berhasil mendapatkan gagasannya, mereka memberi pencerdasan kepada masyarakat melalui karya karya mereka..
            “Ready.. and Action!” Pandu sutradara mengawali adegan.
            “Mana ekspresinya??? Masih pada salah tuh teks dialognya.” Keluh sutradara saat beberapa kali sudah take adegan. Adegan ini berisi percakapan dua orang pemuda tentang isu teroris yang sedang marak saat saat ini.
“Take 10, and action!” Sutradara menggerutu dalam hati sekaligus berdoa, semoga kali ini tidak ada lagi kesalahan dialog. Mengingat, sudah berulang kali adegan diambil berulang ulang.                              
            “Eh, lo dengerin gue, ini fakta beneran..”
            “Apa lagi?”
            “Lo kali ini harus bener-bener hati hati sama cewek yang jilbabnya lebar bercadar, terus sama cowok yang celananya cingkrang, terus jenggotnya tebel, hati-hati lo”
            “Lah kenapa lagi emang?”
            “Tadi gue liat infonya di instagram itu ciri-ciri teroris yang pingin ngebom ngebom, ngeri gak lo?”
            “Hmm.. Ini bocah ngapa yak -__- ”
            “Makanya lo itu jadi orang jangan fanatik-fanatik amat”
            “Fanatik gimana? Supporter bola maksud lo? Gini deh, lo harus dengerin gue, lo nanti kalo kerja jangan pake jas sama dasi, beneran.”
            “Emangnya kenapa? Lo gak seneng liat gue jadi orang sukses?”
            “Gak bro, jadi gue tadi habis baca berita, kalau yang nyolong duit rakyat triliun-triliunan itu pake dasi dan pake jas, beneran bro.”
            “Ngaco lo ya, itu mah beda, yang dilihat itu orangnya bukan pakaiannya. Lo harus bijak dong. Yang kita benci itu orangnya, tindakannya, bukan pakaiannya. Gitu.”
            “Nah.. itu lo tau..”
            “Cut! Mantaap! Yeahhh! You’re great, we’re great teams…”
            Sesi video shooting telah berakhir, beberapa pemuda-pemudi bersantai sejenak.
            “Akhirnya kelar juga ya kak video shootnya” Ucap Helen kepada sang sutradara yang bernama Fikri, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakak tingkatnya sendiri di kampus.
            “Iya Alhamdulillah, ini berkat kerjasama yang baik dari kita semua. Helen siap yaa edit videonya. Kakak udah liat semua editan video kamu di youtube, hasilnya kece semua.. Dan selamat bergabung dalam kelompok konten kreator –ImajiKita-”
            “Hehe iya kak makasih, saya usahakan semaksimal mungkin hasil akhir videonya..”
            “Sip dah.. Oh ya kawan kamu yang katanya mau ikutan gabung juga itu mana, kok hari ini gak dateng?”
            “Tadi sebelum mulai take video, dia izin gak bisa ikutan kak, kecapean kak katanya, mau hemat energi pas puasa. Dia meyakini kalo tidurnya orang puasa itu ibadah, jadi dia mau tidur dulu katanya, hehe.”
            “Wah salah kaprah nih hehe..”
            “Salah kaprah gimana kak?”
            “Karena sering disampaikan bahwa tidur orang puasa itu ibadah, maka tidur itulah yang menjadi pilihan, mestinya harus berfikir bahwa tidurnya saja ibadah, apalagi jika aktifitasnya.”
            “Owalaah iya juga ya kak…”
            “Iya dek. Paradoks banget yah sebenernya. Disaat bulan ramadhan, pahalanya dilipatgandakan yang harusnya lebih produktif daripada bulan-bulan lain, malah hanya dihabiskan dengan tidur menunggu buka. Malah lebih gak produktif kan dibanding bulan-bulan yang lalu. Sebenernya banyak sisi-sisi paradoks dalam bulan Ramadhan lain..”
            “Wah apa aja kak? Kayaknya bagus kalo kita jadiin film pendek..”
Bersambung…..

Cerbung by http://adinut.blogspot.com/ | Instagram : @adinuticious | Youtube Channel : Ajeng Dini Utami

Posting Komentar

0 Komentar