Seni Sandiwara yang Apa Adanya - Menjadi Diri Sendiri?

 
Wanita penakluk Jakarta 2020 hahaha Aamiin
Sobat, kamu pasti tak asing kan dengan kata kata,”Udah jadi diri sendiri aja, ga perlu jadi orang laen. Gak usah bohongin apa hati kamu.” Bahkan seorang teman saya pernah berseloroh, “Jadi diri sendiri memang baik, tapi apa yakin kalau diri sudah baik?”
*****
Kita pernah mendengar pepatah kuno yang diambil dari drama William Shakespeare, bahwa kehidupan ini sesungguhnya, “Panggung Sandiwara”. Dalam Al Qur’an sendiri kehidupan dunia diistilahkan sebagai permainan, play (la’bun) dan itu juga mirip drama dalam bahasa inggris “Play”. Apa artinya?

Tanpa memainkan peran, baik peran menjadi orang baik (protagonis), atau menjadi pemeran jahat (antagonis), kita sesungguhnya sedang memainkan peran itu. Lalu kalau kita memainkan peran lagi, maka kita menjadi kebanyakan peran. Akibatnya,pemeranan kita jadi tidak oke! Tidak menjiwa, tidak mendalam, jadi tidak lucu lagi. Sehingga hal yang paling mungkin dan selamat tentu kita harus memainkan peran sebagaimana apa adanya, alias berlaku jujur. Dan itu tentu berat sekali. Ada yang bilang, jujur pada diri sendiri itu lebih berat karena harus cukup punya keberanian, karena dengan begitu dia kemudian harus tampil apa adanya, tidak dibuat buat. Menjadi diri sendiri alias benar-benar orisinal.
Pernyataan cukup indah dari Presiden Amaerika, Abraham Lincoln yang berbunyi :
“Anda bisa bohongi seseorang setiap waktu. Anda juga bisa bohongi semua orang dalam satu waktu, tapi anda tidak bisa bohongi semua orang dalam setiap waktu. Tanyakan kata hatimu!
Kenapa begitu? Kata Thomas Paine, penulis novel “Uncle Sam,” hati nurani itu diistilahkan conscience, yang memiliki arti yang sama dengan akal sehat. Orang yang tidak bisa mendengarkan dan selalu membohongi hati nuraninya adalah orang yang tidak sehat pikirannya, atau dengan ungkapan lain orang gila. M. Focault mengatakan : “Tempatnya orang gila adalah rumah sakit jiwa. Bukan di alam bebas. Alam bebas adalah milik oraang-orang yang sehat akal dan jiwanya.
Tentu saja, kita semua termasuk orang bebas itu, orang yang terus ingin mendengarkan kata hati kita, pikiran sehat kita, hati nurani kita, yang selalu membimbing kepada kebaikan dan jalan yang benar.
Sumber :
Dinukil dari buku Seri Teladan Humor Sufistik Buku 1 “Kejujuran Membawa Sengsara” oleh Tasirun Sulaiman

Posting Komentar

0 Komentar