Hai
aku Alena, orang yang kisahnya diceritakan pada postingan blog sebelumnya
dengan judul yang sama. Awalnya aku dipaksa oleh pemilik blog ini untuk
menceritakan kisah tentang keluargaku, tapi aku takut ini jadi aib keluarga,
dan awalnya pun aku menolak untuk menceritakan ini. Namun setelah kufikir fikir
lagi, pemilik blog ini sudah menyamarkan nama asliku dipostingan sebelumnya,
dan berjanji untuk merahasiakan identitas keluargaku, tempat tinggalku, dan
sekolahku, maka aku jadi berubah fikiran. Oke akan ku ceritakan kisah
keluargaku. Ini bukan aku tidak bersyukur memiliki keluarga yang utuh, atau ini
sebagai ajang aku mengeluarkan unek-unek, sama sekali bukan. Ini pembelajaran
untuk kita semua yang akan dan sedang menjadi orangtua.
Sejujurnya
berat untuk menceritakan ini, lebih berat dari yang Dilan rasa ketika
merindukan Milea. Malas, begitu malas menceritakan ini. Pengalaman pahit kok
dibagi? Sedari kecil, aku dengan segala keterbatasanku, dituntut untuk
menyelesaikan segala sesuatunya semaksimal mungkin. Mungkin ini yang membuatku
selalu terpacu untuk menyelesaikan segala sesuatunya dengan nilai tinggi.
Ku akui, aku sewaktu kecil adalah
bocah cilik yang nakal, kalo ada yang ngusilin aku, aku gigit tangannya pake
gigi aku, yang saat itu masih berbentuk gigi susu. Aku sendiri tak faham, masa
kecilku bahagia atau tidak, seperti yang pemilik blog ini ceritakan di kisahku
sebelumnya, kisah semasa kecil, dimana orang tua ku tak lagi canggung
mempertontonkan adu mulut mereka didepan aku yang baru berusia 5 tahun. Kurasa
semua ini berubah sejak adikku lahir kedua, tepat tahun 2000 dan saat itu
usiaku empat tahun.
Adikku
mengalami kelainan sewaktu kecil, saat berusia dua tahun, dia tidak dapat
berbicara lancar. Tetapi entah mengapa saat itu, aku mengerti apa yang ia
inginkan. Sampai umur dua tahun, ia bisu, tak dapat berbicara, bahkan untuk
sekadar berbicara kata "Ayah" atau "Ibu". Atas saran dari
keluarga ayahku, dia berobat pada awalnya dari Paruh Burung Beo, konon katanya
fungsi dari Paruh Burung ini agar si pasien dapat cerewet ceriwis, seperti
burung beo. Ada hasilnya, tapi itu tidak bertahan lagi. Lalu cobakan lagi semua
saran dari saudara saudaraku. Berobat dengan ini lah, itu lah, segala macam
cara yang masih masuk dalam kategori halal dilakukan. Sampai pada akhirnya,
saat itu sedang viral berita tentang ustadz di Bekasi yang bisa mengobati semua
penyakit, tidak ingin hanya menjadi penonton, Ayahku pun mengajak aku dan
sekeluarga untuk ke bekasi, perjalanan yang panjang. Intinya kami (Bapak, Ibu,
aku dan adik) menginap di tempat pakde Nashir di daerah Cibubur. Lalu menuju
bekasi kami menaiki mobil pribadi pakde yang saat itu jalanan masih lengang.
To
be continued..
0 Komentar