Meniti Langkah, Menuai Hikmah

pict by pixabay.com
(Bisa jadi) aku harus menunggu jeda yang membuat mimpi mimpiku semakin panjang saja perjalanannya. Ini takdir. Meminjam pernyataan Ahmad Fuadi, dalam Novel Best Seller Ranah 3 Warna, “Rupanya man jadda wajada saja tidak selalu cukup. Aku hanya akan seperti badak yang terus menabrak tembok tebal. Seberapa pun kuatnya badak itu, lama-lama dia akan pening dan kelelahan. Bahkan culanya bisa patah. Ternyata ada jarak antara usaha keras dan hasil yang diinginkan. Jarak itu bisa sejengkal, tapi jarak itu bisa seperti ribuan kilometer. Jarak antara usaha dan hasil harus diisi dengan sebuah keteguhan hati. Dengan sebuah kesabaran. Dengan sebongkah keikhlasan. Perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan keikhlasan untuk mendapat tujuan yang diimpikan. Man shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung).”

Selalu menyenangkan sekaligus menenangkan membaca kalimat beliau. Dengan kedalaman berfikir dibekali dengan ilmu agama semasa di pondok Madani, beliau berhasil menelurkan novel-novel yang tak hanya inspiratif namun juga dibalut nuansa Islami yang menyejukkan. Lah kok jadi malah kayak resensi ya? Hehe. Di postingan berikutnya saya akan menuliskan penulis novel favorit saya (Tere Liye, Azhar Nurun Ala, Fahd Pahdepie), jadi pada postingan ini lebih diarahkan pada  saya menulis tentang diri saya sendiri.

Saya mau cerita sedikit (banyak juga gak ada masalah sebenernya, wong blog blog gue ginih!) mengenai kisah nyata hidup seorang Ajeng yang saya tak pernah bayangkan sebelumnya bisa seperti ini. Jadi dahulu saat masa putih abu-abu, saya 3 tahun naik angkot melulu, ongkos angkotpun dulu masih Rp2000,00 bahkan sopirnya gak bakal nolak kalo Rp3000,00 untuk bayar 2 orang, namun letak perkara bukan saya naik angkotnya, atau ongkos angkotnya, tapi pada korelasi antara intensitas kegiatan selama SMA dengan jarak dari sekolah ke rumah. Bukannya ngeluh atau gak bersyukur, tapi jujur selama SMA saya berkontribusi di 1 organisasi saja kegiatannya bejibuuun! Mana pulangnya agak magrib kan, masih polos polos unyu lugu alay alay gimana gitu, masih anak SMA banget, jadi bener-bener masih ongo ongo kayak gak ngerti apa-apa L Dulu saya berfikir, mengapa saya nekat “terjun” dan walhasil sudah kena ciprat, yasudahlah basah saja sekalian.

Lama kelamaan saya kedinginan (stress, pusing). Saat itu saya berfikir, buat apa saya capek capek ikut kegiatan ini itu, eh ternyata! Semua itu bermanfaat bagi saya sekarang. Sekarang saya tak kaget lagi dengan kegiatan yang bejibun semasa kuliah. Malah waktu banyak terhambur-hambur masa kuliah ini. Tapi satu hal yang berbeda. Semasa kuliah sampai semester 5 ini fikiran saya bercabang banyak! Lanjut nanti, saya sedang ada tugas yang urgent harus segera dikerjakan.

Posting Komentar

0 Komentar