Bersabar & Bersyukur Memang Tak Mudah

Pict from 123rf.com

Akhir-akhir ini entah angin apa yang merasuk, rasa-rasanya aku jenuh dengan rutinitas terlebih pada dinamisnya sifat manusia. Lelah. Menahan nafsu ammarah agar tak terjadi gejolak negatif yang berkelanjutan. Susah memang. Sulit memang. Bersabar. Tak salah jika ada seseorang yang berkata bahwa kesabaran adalah ilmu tingkat tinggi. Latihannya setiap saat, ujiannya setiap hari, tanpa henti, menikung saat masalah datang, menodong saat hati resah gelisah. Tak ada seorangpun yang tahu jangka waktu ‘menuntut ilmu’ kesabaran pada setiap orang, kecuali Allah. Sampai Allah berkata “Pulanglah wahai jiwa yang tenang ke hadapan-Ku.”

Firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 214 : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga padahal belum datang kepadamu cobaan (sebagaimana apa yang diderita orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kesengsaraan, kemelaratan, dan mereka digonangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersaanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Jika kau sedang mendapat cobaan, renungkanlah sepotong ayat yang bersumber dari sang Maha Benar ini. “Laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa” Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. Ya, itu benar. Ini peringatan bagiku juga. Saat kita mendapat cobaan, tidak lain dan tidak bukan itu adalah suatu pertanda bahwa derajat kita akan naik dihadapan-Nya. Bukankah seseorang yang ingin  naik kelas harus mendapat ujian terlebih dahulu?
Sahabat karib bersabar adalah bersyukur Bersyukur saat mendapatkan kesenangan. Bersabar saat mendapat kesusahan. Betapa indah bukan bila secara kontinu sifat syukur dan sabar ini menjadi terpatri dalam hati dan jiwa kita? Bukankah ketenangan hidup adalah kebahagiaan diatas segala-galanya setelah mendapat ridho-Nya?
Seharusnya aku mensyukuri apa yang telah Allah beri, bukannya menangisi apa yang tiada. Seperti lagu balonku, yang mengajarkan kita untuk menggenggam erat apa yang masih ada, bukan menangisi apa yang sudah pergi. Saya pun masih belajar kawan, masih berproses. Saya belum sempurna dan takkan pernah sempurna sampai seseorang yang ditakdirkan menjadi teman hidup saya datang dan menyempurnakan saya.

Pertanyaannya : Akankah kita menjadi orang yang lulus ujian kehidupan?

Posting Komentar

0 Komentar