![]() |
pict by pixabay.com |
Kania terbangun saat mentari sudah berada di ufuk timur dan tengah bersiap untuk membagi cahaya pada alam semesta dan seluruh isinya. Rumput di teras rumahnya basah habis mandi hujan tadi malam. Warna rumput yang kontras menambah indah pagi ditambah elok bunga mawar yang sedang bermekaran dan kicauan burung yang semakin melengkapi suasana.
“Huuuuuaaaah” Kania
memekarkan tangannya keatas, sambil menguap mengeluarkan kantuknya.
“Heeh udah bangun lo
dek? Gue kira gak bangun bangun lo, habis gue bangunin lo subuh tadi, lo kebo
sih” Sapa kakaknya Kania, yang bernama Sarah.
“Yaelah kak, gue lagi
PMS juga, mimpi semalem indah juga geh kak, jadi males bangun deh..”
“Gue mimpi ngadain
resepsi nikah ama Aliando di Bali, wedding
concept-nya keren banget loh kak. Mempelai pria dan wanitanya make mahkota
raja dan ratu warna merah. Kostum mempelai dan seluruh tamu undangan putih
semua, di pantai gitu resepsinya, pokoknya top deh”
“Aih banyakan ngehayal
lo ini dek. Masih jauh juga mau nikah, umur lo masih masuk dalam katagori
dewasa tanggung, 19 tahun.”
“Yeeh tapi gue kan udah
semester 5 kak”
“Ya tetep aja tingkah
laku lo kayak anak kecil!”
“Iiih kakak mah”
“Udah mandi dulu sana,
katanya mau ada UTS jam 10 entar kan?”
“Abis zuhur kok.. Ye
yee bukan jam 10”
Sarah
tak menjawab, hanya mendiamkan, beberapa menit kemudian smartphone-nya
berbunyi. “Aih Andi, apa lagi sih anak ini” Sarah hapal kelakuan Andi, kalau
bukan karena PR atau minta bantuin tugas, Andi pasti takkan menelponnya.
“Halo, Sar?
“Lo dimana? 10 menit lagi pak
Fuad mau masuk kelas nih, gak dapet jarkomannya tah?:
“Hah demi apa lo? Gue masih di rumah
ini, gak ada yang ngejarkom gue. Oke gue segera kesana. Makasih ya Ndi infonya.”
Sarah lantas menon-aktifkan
panggilan, berkemas, dan segera bergegas menuju parkiran rumahnya.
“Dek gue kuliah dulu ya”
“Iyo kak, tiha tiha ya di jalan!”
“Apaan itu?” Sarah bertanya, tak
mengerti apa maksud Kania.
“Hati hati loh kak, haduh! Udah sana
berangkat”
“Yeeh lagian alay sih lo. Yaudah bye”
Tinggal Kania sendirian
di kamar. Ia masih berleha leha. Jam masih menunjukkan pukul 09 : 45. “Masih
lama” gumamnya dalam hati. Kania adalah orang yang santai, agak pemalas.
Sedangkan kakaknya adalah orang yang rajin, selalu bangun pagi dan mandi pagi
walau bukan hari kerja (hari libur : red). Entah mengapa ia seperti kekurangan motivasi
saat kuliah ini. Dulu saat SMA, ia sangat giat belajar, juara lomba fotografi
dimana – mana, sekaligus juara lomba Mading bersama timnya di pelbagai sekolah –
sekolah. Kini, ia serasa salah masuk jurusan kuliah, tapi ia merasa kekeuh
bahwa ia tidak salah masuk jurusan. Hari – harinya disibukkan pada UKPM ANTERO,
Sebuah Unit Kegiatan Penerbitan di Fakultasnya, Fakultas Pertanian. Hobinya mengedit
foto, mendisain logo, atau juga mendisain banner dan pamflet.
Kania sangat suka
desain grafis, ia bahkan bisa membuat vector art, ilustrasi dengan ciri khasnya.
Karena hobi dan kesibukannya itu, dia pernah beberapa kali bolos kuliah, karena
malas dengan penjelasan teori yang panjang nan bejibun. UTS hari ini saja ia
membuat salinan-nya di kertas folio yang rencananya bakal ia selipkan di lembar
jawaban nanti.
*****
Hari
sudah semakin siang, matahari semakin meninggi, menyisakan hawa panas menampar
wajah. Sang mentari mengamuk karena lapisan ozonnya dirusak oleh makhluk
bernama manusia. Kania dengan sigap menghabiskan sisa makanannya, lalu
mengambil tas lantas mengambil kunci motor dan mengendarainya dengan kecepatan
rata-rata pembalap. Kania kalap. Ia terburu – buru, gelisah. Memarkirkan
motornya, lalu lari secepat kilat ke gedung F31. Suara hentakan kaki Kania
terdengar jelas apalagi ia memakai high
heels 5 cm, prak prak prak. Kania
telat lagi. Lagi – lagi telat, entah karena kebiasaan atau terbiasa. Alhasil ia
duduk di kursi sisa yang tak diduduki mahasiswa lain. Dimana lagi kalau bukan
di depan! Kania kaget. Bingung setengah mati. Namun Kania telah siap dengan
strateginya. Ia menyelipkan kertas salinan materi yang ia buat semalam ke dalam
lembar jawabannya.
Semenit
UTS berlangsung, dosen masih dengan nyaman duduk di kursi empuknya. Kania pas
duduk berhadapan langsung dengan dosen pengawas. Ia takut takut membuka lembar
salinan disebelahnya. Takut ketahuan. 15 menit berlalu, terdapat tanda – tanda dosen
untuk bergerak ke belakang, dengan sigap namun hati – hati Kania membuka ke
halaman dimana salinan materi itu berada. “Yes! Gue bisa ngeliat jawaban ini
dengan leluasa” Kania berkata dalam hatinya.
Belum
30 detik kesenangan itu muncul, langkah kaki dosen kembali mengarah ke depan. Kania
belum sempat menyalin seluruh isi salinannya ke dalam lembar jawabannya. Sialnya,
karena lembar salinannya juga berada pada media kertas folio (sama seperti
lembar jawabannya) muncul sedikit kertas salinannya di sisi sebelah kanan.
Dosen pengawas yang melihat hal tersebut agak sedikit curiga. Gerakan badan
dosen tersebut mendekat perlahan kearah Kania. Sontak Kania membuat gesture tubuh seperti orang yang sedang
melindungi piaraannya dari hewan buas. Ia tutupi bagian yang dicurigai itu
dengan lengannya, Kania sedang berada di posisi terancam, bila ia bergerak
banyak, justru makin dicurigai dan ia “tertangkap basah”. Alhasil ia tetap stay cool, mencoret – coret lembar soal
seolah olah ia sedang menghitung jawaban.
45
menit berlalu, Kania sulit sekali untuk melakukan kecurangan kali ini. Mata dosen
itu sangat jeli sekali seperti mata elang yang hendak memangsa buruannya. Setiap
Kania ingin melihat salinan, mata dosen itu selalu tertuju kearah Kania. Ia kikuk
bahkan sangat kikuk, namun Kania memainkan sandiwaranya dengan baik, ia pura –
pura berfikir apa isi jawaban yang akan dia tulis. Mimik wajahnya seperti
seorang professor. Bagaimana tidak? Dengan body
language menggaruk – garuk kepala (padahal ia bukanlah orang yang
berketombe), telunjuk tangan kanannya di letakan di kening kanan, lalu sambil
komat kamit mengucapkan mantra pengurang rasa curiga.
“5
menit lagi” Kata dosen pengawas. Mahasiswa – mahasiswi yang belum selesai
langsung kisruh dibuatnya. Termasuk Kania. Ia baru mengisi 2 nomor, sedangkan 3
nomor lainnya belum sama sekali. Ia langsung jawab – jawab saja yang ia tahu.
“Waktu
habis. Silahkan kumpulkan jawabannya.”
Kania
dengan pasrah mengumpulkan jawaban yang bahkan belum diisinya setengah itu. Ia menyesal.
Ia menyesal membuat salinan dan malah tidak mneghapal materi dikarenakan
kemalasannya. Sepanjang perjalanan pulang ia berfikir ia telah melakukan sesuatu yang salah. Ia telah
korupsi kecil – kecilan. Ia tahu, Tuhan pasti membenci hal yang ia lakukan. Meski
ia tidak ketahuan membuat salinan, tapi ia tahu bahwa Tuhan Maha Tahu. Tuhan
akan member ganjaran sesuai dengan apa yang diperbuat hambanya.
Amanat : Ketika di dunia, harusnya manusia gunakan
sebaik – baiknya untuk beramal. Rumusnya dunia adalah Amal tetap bisa berjalan
/ dijalankan, sedangkan hisab tidak. Sedangkan rumus akhirat adalah Tak bisa
lagi beramal, namun hisab (hari pembalasan) akan tetap terus dijalankan. Oleh karena
itu, selagi di Dunia banyak – banyaklah beramal kebajikan. Persibuk diri dengan
yang wajib dan sunnah. Sekali sekali mubah. Tinggalkan yang makruh dan
campakkan yang haram.
Created by Ajeng
Dini Utami
@AjengDinut
0 Komentar