Keikhlasan itu PROSES, bukan INSTAN


pict by pixabay.com

Saya yang sekarang bukanlah saya yang dulu. Saya tidak langsung menjadi seperti ini. Semua butuh proses. Saya memang belum sempurna, ataupun mendekati sempurna, bahkan masih jauh dari kata sempurna. Namun saya merasa ada progress di diri saya sehingga menghantarkan saya seperti sekarang. Saya ingin cerita sedikit tentang keikhlasan yang sudah saya mengerti konsepnya. Sebenarnya keikhlasan itu ibarat botol yang diisi air, dan airnya itu dinamakan RIYA atau bisa juga di sebut paksaan. Sebenarnya di dalam diri setiap orang itu pasti ada rasa riya dan paksaan dari pihak lain untuk melakukan sesuatu. Jadi, ketika kita minum air di botol, air itu tak kan habis dalam satu kali teguk, ada proses proses atau tahapan-tahapan yang membuat air dalam botol tadi habis.

Nah proses itu lah yang kita ibaratkan seperti proses keikhlasan, air yang sudah kita minum dengan habis tanpa sisa, itulah keikhlasan namanya. Ternyata keikhlasan bukanlah suatu sikap yang bisa di wujudkan tiba tiba, dengan kata lain ikhlas hanya bisa di wujudkan melalui “HABITS”. Mengapa habits? Ternyata diri kita tak perlu ada MOTIVASI dan AKAL untuk melakukan sesuatu secara berkesinambungan dan konsisten.
Contoh cerita berkaitan dengan tema yang saya angkat pada tulisan saya kali ini adalah adalah saya *based on true story nih ya* *tanpa unsur rekayasa*.Ketika saya masih duduk di bangku SMA kelas 2 Semester 1, saya masih berfikiran liberalis freedomis yaitu suatu pemikiran / faham bebas semau gue dan di masa itu saya belum berhijrah ke jalan yang benar dan masih banyak sekali melakukan hal hal yang di larang olehnya. Astaghfirullah.


Saya masih belum berhijab ketika itu, masih sering berhura-hura menghabiskan uang hanya untuk foya-foya, mejeng di Simpur, dll *hadeh* sampai pada suatu ketika, guru Agama saya menasehati saya bahwa kalau cewek sudah haid itu seluruh bagian tubuh cewek adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan, jadi Beliau menasehati saya untuk segera berhijab, namun nasehatnya tidak saya hiraukan karena Beliau juga maksa-maksa menyuruh memakai jilbab ke temen saya yang lainnya. Tapi beliau tidak hanya sekali menyuruh saya menggunakan hijab, berkali-kali berkali kali sampai saya bosan. Kejadian ini terjadi hingga saya duduk di semester 2 kelas 2 SMA.

Akhirnya, saya jenuh sekali di omongkan, di nasehatkan begitu-begitu terus. Alhasil, seminggu kemudian saya beranikan diri untuk berhijab. Saya tak hiraulan apa kata orang, akhlak saya masih buruk saya tetap saya menggunakan hijab ini. Sampai guru agama saya yang mencekoki saya agar memakai jilbab tanpa kenal lelah ini merasa terkejut tiba tiba saya menggunakan hijab, beliau senang atas berhijrahnya saya ke arah yang lebih baik. Tanpa beliau tahu bahwa saya menggunakan jilbab ini terpaksa karena beliau memaksa-maksa saya terus. Itulah awal mula saya berhijab di sekolah, namun di rumah masih saja saya belum memakai kerudung, terkadang juga jalan ke luar rumah masih belum menggunakan kerudung. Ada fikiran di benak saya, bahwa saya ingin mengakhiri saja dan memutuskan ingin melepas jilbab karena saya gerah dan panas. Namun karena sudah terlanjur makai, saya urungkan niat tersebut. astaga -,-

Beranjak pada saat saya kelas 3 SMA semester 1, masa itu lah saya lagi hobi hobinya berjilbab/berhijab gahul. Ketika saya main bersama kawan di luar jam sekolah, saya berdandan jilbab semenarik mungkin agar dilihat orang, agar menjadi perhatian orang, agar terlihat cantik di depan orang banyak, astagfirullah -,- saya berdandan lama-lama di depan kaca hanya untuk mendapatkan hasil modisan hijab yang menarik dan orang tak bosan memandangnya. Saya memakai jilbab pashmina gulung-gulung, memakai celana jeans ketat, memakai wewangian yang menusuk hidung, memakai perhiasan gelang, serta tidak memakai kaos kaki. Kejadian ini berlangsung sampai saya kelas 3 SMA Semester 2. Namun lama kelamaan saya bosan berhijab karena ribet, memakan waktu banyak, dan menggunakan jarum pentol yang banyak.


Setelah pengumuman lulus UN namun sebelum pengumuman SBMPTN, saya merasakan kehampaan dan kebosanan terjadi dalam diri saya. Saya merasa belum melakukan sesuatu yang berguna untuk diri saya. Dengan berbekal kebosanan saya tadi, saya iseng-iseng mencari tentang hijab di internet. Keyword yang saya ketik adalah “kewajiban berhijab untuk wanita”. Ketemulah disitu penjelasan hijab, kewajiban hijab, dan bagaimanakah penggunaan hijab syar’i. Saya baca dengan seksama, hijab yang syar’i itu gunanya bukan pembungkus aurat (yang ketat ketat), melainkan untuk menutupi aurat dengan sempurna. Dan fungsi hijab bukanlah untuk menarik perhatian, namun untuk menghindari perhatian, karena segala hal dalam diri seorang wanita adalah menarik bagi pria. Saat itu saya “jleb” bacanya!

Ketika hari pertama puasa ramadhan hari pertama saya diajak oleh Tina (nama samaran) (kawan lama saya) untuk melakukan aksi damai menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Aksi damai ini di adakan oleh Salah satu organisasi islam terbesar di dunia (H**but T*hri*) saya masih memakai jeans disana, dan memakai sendal jepit. Alangkah kagetnya ketika saya disana, semua orang disana pakai baju terusan semua (gamis), ada juga yang pake baju potongan, tapi bawahnya tetap rok. Seperti di tampar saya!! Lalu ketika acara aksi damai itu telah berakhir, Tina menanyakan kepada saya, “kamu kok pake jeans jeng?” terus saya jawab “Aku sama sekali gak punya baju panjang tin, aku juga gak ada rok”. Esoknya ketika ada acara lagi dari organisasi islam tersebut, saya diberikan sesuatu oleh Tina.
“Ini apa tin?”
“Ini ada titipan buat kamu, di buka nya di rumah aja ya, hehe”
“Oh oke deh”
Setelah di rumah, saya buka itu bungkusan. Owalah, isinya itu baju gamis panjas + jilbab tebelnya! Bajunya warna biru muda + gamis panjang bahan jeans, terus jilbabnya warna biru tua.
Dari situ saya tersadar, saya harus melakukan perubahan untuk diri saya. Dan berawal dari situlah saya berbicara pada ibu saya bahwa saya tidak ingin menggunakan celana jeans lagi, dikarenakan itu tidak syar’i. Karena Tina lah saya belajar tentang aurat wanita yang harus di tutupi setutup tutupnya karena hanya orang-orang tertentu lah yang berhak melihat aurat kita. Dari Tina juga lah saya rutin mengikuti kajian-kajian islam. Hasil dari kajian-kajian islam itu sangat menambah wawasan saya bahwa kita hidup di dunia tujuannya adalah untuk beribadah, semata-mata karena Allah. Lalu karena kita hidup di bumi Allah, kita harus mentaati segala perintahnya, dan menjauhi segala laranganNya. Dan perintah Allah untuk kaum wanita menggunakan hijab sangat jelas di sebutkan dalam QS. An-Nuur {24} :31, cek aja sendiri yee :P *capek ngetiknya*

Begitulah kawan awal mula saya menggunakan hijab, dari terpaksa lalu terbiasa dan merasa tidak biasa ketika tidak menggunakannya di luar rumah. Sesuatu yang sudah di biasakan maka akan rutin seperti itu terus akan terbiasa. Jujur saja saya ceritakan di atas, bahwa awalnya saya sangat terpaksa menggunakan jilbab, namun karena rutin menggunakannya, keinginan saya untuk melepas jilbab seolah olah adalah hal asing. Itu masa lalu ~ masa kini saya sekarang adalah wanita yang *InsyaAllah* berhijab sempurna, no tabbaruj, tanpa jeans ketat, tanpa pengawet dan pemanis buatan *loooh

Jadi amanat yang ingin saya berikan di kesempatan kali ini adalah bahwa kalau ingin melakukan sesuatu kebaikan, lakukan saja, jangan hiraukan rasa RIYA, TERPAKSA. Walaupun awalnya terpaksa, namun lama kelamaan pasti akan ikhlas karena terbiasa. Contohnya yaa saya. Kalau si Guru Agama saya itu tidak memaksa saya untuk memakai jilbab, mungkin saja saya tidak sepeerti sekarang. Bisa jadi saya masih beranut faham freedomis liberalis sekulerisme. Kalau memakai jilbab menunggu akhlak untuk menjadi baik, kapan makainya? Karena kita (manusia) pada dasarnya daalh tempatnya dosa, tempatnya segala kesalahan. Dan sebaik-baiknya manusia adalah ia yang terus memperbaiki diri. Memakai hijab juga merupakan kewajiban bagi setiap muslimah di dunia. Jika ada yang membicarakan mu begini “Itu make jilbab aja masih ngelakuin dosa” jawab aja begini “Jilbab ama akhlak itu 2 hal yang tidak berbanding lurus. Orang yang memakai jilbab belum tentu sholehah. Namun yang sholehah pasti berjilbab. Jilbab itu syariat dari Allah, dan itu adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Kalo akhlak, itu urusan masing-masing manusia tidak ada hubungannya dengan hijab. Yang jelas, orang berhijab itu adalah orang yang sudah berusaha mentaati perintah tuhannya.

Pertanyaan untuk dikau yang masih belum berhijab : Jika kewajiban mu saja tidak kau taati, pantaskah kau menuntut hakmu?

Posting Komentar

1 Komentar

Ajeng Dini Utami mengatakan…
Sepertinya Kakak salah topik kali ini. Saya sedang tidak menulis tentang sakit hati pada terbitan di atas. Hehe