![]() |
It’s a damn cold night, try to figure out this life. I feel so confused what I do next. Tidak satu dua kali aku gagal. Aku bingung. Aku sedang berada dalam kondisi benar-benar tidak bisa beribadah. Aku merasa kalut. Aku berada dalam kondisi dimana aku gak mau anak aku ngalemin hal yang sama kayak aku. Orangtuaku sangat baik... sangat baik, mereka orangtua yang selalu mendukung aku, hanya saja memang benar bahwa aku tak bisa memesan terlahir dari keluarga yang seperti apa. Tapi jujur, mereka baik. Ini enggak ada hubungannya dengan masalah keluarga.
Enggak, ini bukan salah siapapun. Mungkin salah aku sendiri yang selalu berkubang dalam krisis prioritas. Aku selalu mengutamakan yang seharusnya bukan jadi nomor utama dalam daftar aktivitasku sehari-hari. Untuk beberapa hari kedepan, aku lagi gak mau dihubungi atau menghubungi seseorang/sesuatu yang bikin aku sakit, maaf. Atau lebih tepatnya aku memang sedang butuh kontemplasi sendiri, aku butuh waktu untuk berdua saja, bersama diriku. Tanpa ada siapapun yang ketemu aku. Aku lagi kesal, aku lagi marah sama diri aku sendiri dan aku gak butuh siapa siapa untuk nenangin kecuali diri aku sendiri. Aku benar-benar akan slow respon dan hanya membalas chat apa yang memang perlu.
Mungkin memang privilege para wanita yang terlahir cantik memesona bak bidadari, apalagi bila wanita ini kaya, mereka pasti akan menikah dengan yang sepadan dengan mereka. Lelaki bergaya necis dengan jas rapih dengan pangkat/posisi/jabatan idaman para wanita. Sudahlah. Aku sedang tidak ingin memikirkan seputar romansa pria wanita yang memang sama-sama rupawan dari lahir dan mendapat banyak peluang di segala kesempatan. Lalu mengapa aku menyinggungnya? Aku hanya terganggu saja dengan pikiranku akhir-akhir ini tentang itu. Mengapa aku bisa berpikir seolah olah hanya wanita cantik dengan bodi ideal saja yang mampu memenangkan hati para lelaki? Apalagi wanita cantik dan lelaki kaya, seolah ini adalah sebuah kodrat alam yang turun temurun menjadi warisan peradaban.
Aku juga sedang tidak ingin jatuh cinta dengan siapapun, maka kualihkan cinta itu pada hewan peliharaanku saja. Aku tidak ingin bermain lagi. Sudah cukup. Aku tidak akan dengan mudah menebak-nebak orang lain apakah ada koneksi dengan aku atau tidak, karena akupun mudah saja memberi harapan kosong. Begitu juga kamu kan? Oh, tapi jelas itu bukanlah alasan yang dibenarkan untuk melakukannya.
Aku tidak mau lagi melakukan sesuatu hal karena terpengaruh aku ada kecenderungan rasa dengan seseorang. Aku tidak mau lagi melakukan sesuatu yang sebenarnya aku tidak suka dan bersikeras bertahan hanya karena aku tidak ingin menyakiti seseorang. Sudah cukup kurasa selama ini perasaanku berkorban. Hanya karena banyak wanita yang menaruh hati padanya, tak lantas aku harus suka juga dengan dia kan? Emang dia siapa? Tolong jangan ajak saya ngobrol kalau isinya cuma dia, dia, doi. Enggak, saya enggak mau melampaui takdir. Saya enggak tahu apa yang akan terjadi kedepan. Yang jelas, keyakinan dengannya sudah semakin memudar semenjak kami sering bertemu di tahun ini.
Aku hanya ingin mengingatkan pada diriku sendiri, “Sabar... ini cuma dunia :)”
Nine to eleven o'clock pm
Ajeng Dini Utami, 11 Oktober 2020
0 Komentar