Batas Tipis Antara Baik dan Buruk


pict by dokumentasi pribadi
Saya seringkali mendapati diri saya berada dalam semangat yang menggebu-gebu secara immediately (tiba-tiba), lalu terkadang saya kerasukan roh-roh semangat yang membisikkan pada saya untuk menyetel musik keras keras lalu menyanyikannya. Sedangkan disisi lain, sisi baik saya membisiki saya bahwa itu adalah perbuatan yang sia-sia karena masih banyak hal bermanfaat lainnya yang bisa saya lakukan. Yang mana dalam hal ini, sisi baik saya sudah mengenal diri saya sendiri secara baik, tahu potensi, minat, dan bakat saya. Dia tahu bahwa suara saya biasa saja, dan tak tertarik pada dunia musik, juga dia tahu apa yang bisa membuat saya lebih dekat pada Pencipta kami. Sampai disini saya tahu sekali mana yang baik mana yang buruk. Namun seringkali saya katakan, “Hard to resist temptation

Pada beberapa waktu, saya ladeni ajakan “roh semangat” saya dalam tanda kutip, dan mengabaikan peringatan dari sisi baik saya. Lalu apa yang terjadi? Saya senang bukan main! Saya bebas mengekspresikan diri sesuai apa yang saya mau, yang saya inginkan. Saya bebas menjadikan benda padat di sekitar saya ibaratnya mic dan membayangkan saya adalah penyanyi solo yang mengadakan konser tunggal malam ini dengan gaun yang elok, nuansa panggung yang spekta dan penonton yang antusias gemuruh sorak sorai menunggu saya bernyanyi.

Berjam-jam ini terjadi, tak terasa waktu terlewat begitu saja. Irama lagu seputar percintaan, kerinduan, kenangan, menjadi asupan manis bagi jiwa yang lapar dilanda kegersangan. Benar bahwa saya gembira: pada saat itu. Tapi yang saya rasakan semakin saya merasakan kesenangan itu, semakin saya merasa jiwa saya hampa tak ketulungan. Loh bukannya harusnya jiwa kenyang ya sudah saya beri makan berupa kesenangan dengan musik-musik hits, lalu mengapa malah semakin lapar. Ada apa ini?

Saat menulis ini saya jadi ingat postingan saya beberapa tahun silam: Musik adalah alkohol bagi jiwa. Exactly.Semakin didengar, semakin penasaran, dan semakin dalam kita tenggelam dalam lautan khayalan yang memabukkan jiwa. Kebiasaan yang sulit saya ubah: mendengarkan musik percintaan. Saya ingin hijrah dari ini, sulit sekali. Tapi bukannya tidak mungkin. Saya lelah menuruti kata hati yang saya tahu bahwa itu dikatakan ketika kondisi hati tidak benar-benar bersih. 

Di lain kesempatan saya mencoba untuk lebih mendengarkan sisi baik. Alhasil saya hapus semua lagu pop di handphone saya dan menyisakan murottal beberapa surah yang memang sengaja saya download agar bisa saya setel terus menerus kemudian saya hapalkan. Jiwa saya tidak senang, ada pergolakan dalam jiwa, yang satu berkata, “Tolol sih ngapain lu apus! Susah-susah juga downloadnya..” Sisi lainnya berkata, “Iyak bagus.. Lanjutkan”. Jiwa saya memang tidak senang, tapi serius… hati menjadi lebih tenang :) Dentuman irama yang stabil membuat hati dan jiwa jadi lebih adem. Tidak tiba-tiba menjadi jingkrak-jingkrak gak jelas hehe. Kata sisi baik dalam diri saya, “Pada dasarnya ayat-ayat alquran apabila dibaca dan diperdengarkan akan membawa keutamaan tersendiri. Karena ibarat sumber air, ialah sumber air yang paling jernih bagi asupan jiwa yang kering-kerontang. Sumbernya adalah firman langsung dari Tuhan YME. Makanya, ia akan menjadi sejuk bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya.”

MashaAllah tertegun aku dengan bisikan itu, dan.. Bismillah, pelan-pelan, perlahan tapi pasti. Yuk, hijrah bareng :)

NB : Tulisan diatas diketik dalam satu kali nulis, tidak ada revisi-an, dan dibuat untuk mengeluarkan kerasahan hati penulis. Mohon untuk tidak mengomentari tentang teknis penulisannya. Ini tidak diikutkan dalam ajang sayembara atau lomba apapun. Kaidah dan norma-norma menulis yang terlalu ribet akan menyebabkan keresahan dalam kepala ini tak segera terkeluarkan. Dan saya ingin segera mengeluarkan keresahan ini dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Ttd Bandar Lampung, 07 November 2019. Ditulis pada pukul 00:30-00:45

Posting Komentar

0 Komentar