![]() |
pict by pixabay.com |
“Hei kamu, gak usah sok ngajarin jadi orang!” Wajah teduh itu membuyarkan lamunanku.
“Emang aku salah apa, Kak?” tanyaku bingung.
Demi melihat ekspresi wajahku yang penuh tanda tanya, ia
merogoh sesuatu dari balik saku celana.
“Ini!” Secarik kertas dibuka.
Isinya tentang tips-tips berpidato di depan umum.
Aku mengernyitkan dahi, “Loh memang kakak gak suka ya?”.
“Iya gak suka!”
“Tapi kan aku mau kakak tampil maksimal besok”
“Iya tetep aja kakak gak suka!”
“Yaudahdeh maaf kalo gitu”
“..” Dia pergi tanpa meninggalkan pesan.
*****
Beberapa tahun belakangan aku suka mengikuti lomba-lomba
gratis via Facebook, seperti lomba menulis puisi, menulis cerpen, dsb. Sampai
pada suatu waktu berhasil menjuarai lomba bikin status inspiratif meraih
predikat Juara 2, sedangkan Juara 1 disandang oleh seorang Mahasiswa
Universitas Sriwijaya. Awalnya biasa saja, karena toh diriku tak tertarik
menambahkan teman duluan, namun tak ku sangka ia menambahkan aku sebagai teman.
Selama di facebook, kami sama sekali tak pernah berkomunikasi, hanya tukar like
status, tidak lebih. Nasihat dan taujih yang terlontar dari setiap update-an
statusnya, memprovokasi bibir ini untuk tersenyum cengengesan sembari timbul
perasaan tak dikenal dalam hati. Hari demi hari perasaan ini semakin menjadi
jadi, apalagi setiap goresan tuts keyboardnya memenuhi beranda facebook-ku,
nyes rasanya. Ya Tuhan, sungguh soleh ciptaan-Mu ini, bolehkah hamba berharap
untuk bertemu dengannya? Tak disangka, Tuhan menjawab doaku.
Tepat saat lebaran 1436 H, aku sekeluarga berkeliling
menyambung tali silaturahmi sekaligus mencairkan ukhuwah sesama muslim yang
sudah agak membeku.
Persinggahan terakhir adalah menuju Rumah Pak RT. Ya, aku
senang sekali karena anaknya pak RT, Hafsah, adalah teman dekatku sejak kecil.
“Assalamualaikum..” keluargaku serempak mengucap salam
Rombongan keluarga pak RT menjawab, “Waalaikumsalam,
duduk-duduk”
Ibuku seperti biasa dengan mudah membuka percakapan dan
mencairkan suasana, sementara aku yang tak terlalu suka obrolan orang tua
memilih pergi ke belakang dan memberi isyarat pada Hafsah untuk mengikutiku.
“Oya, aku ada saudara sepupu looh dari Palembang, lebaran
ini dia maen kesini, aku kenalin ke kamu ya!” Ucap Hafsah sambil menarik
tanganku.
Dibawanya ke lantai 2 ruang keluarga. Tampak seorang
laki-laki muda sedang membaca Al Qur’an, MashaaAllah. Merdu sekali suaranya.
Menyadari ada yang datang, dia menghentikan bacaannya.
Qur’an ditaruh di dalam lemari, sosok lelaki itu duduk
takzim di sofa, menunggu apa maksud kedatangan Hafsah.
“Eh Panji, kebetulan loe disini, nih gue kenalin sama
sohib dari gue kecil, Dinut namanya!” seru Hafsah riang.
“Iya Dinut, salam kenal ya. Nama kamu unik” Ia berkenalan
tanpa menyentuh tanganku. Merapatkan kedua telapak tangannya, mengangkat ke
dada, sambil kepala dianggukan. Ekspresi yang sama saat aku mengenalkan diri!
Aku berani bertanya, “Nama kamu siapa?”
“Ihsan Al-Rasyid.”
Sekejap aku mengingat nama itu, siapa ya, seperti tidak
asing lagi, apalagi wajahnya.
“Kuliah apa kerja kak di Palembang?” Tanyaku saat Hafzah
sedang asyik menonton siraman rohani di televisi.
“Kuliah aku dek, di Unsri.”
Wah gak salah lagi nih, pikirku. Kayaknya dia emang
beneran ikhwan yang meraih predikat juara 1 pada lomba membuat status
inspiratif. Dia belum menyadari bahwa aku juara 2nya, mungkin gak penting juga,
fikir dia. Aku tak akan memancingnya untuk mengenali bahwa akulah yang
mempunyai akun facebook bernama “Dinuticious”.
Hari demi hari datang silih berganti, kami berdua makin
mengenal satu sama lain..
Hingga suatu hari tepatnya menjelang 17 Agustus, ia didaulat menjadi “Ustadz Dadakan” untuk
memberi taujih pd acara tersebut.
*****
“Hei kamu, gak usah sok ngajarin jadi orang!” Wajah teduh
itu membuyarkan lamunanku.
“Emang aku salah apa, Kak?” tanyaku bingung.
Demi melihat ekspresi wajahku yang penuh tanda tanya, ia
merogoh sesuatu dari balik saku celana.
“Ini!” Secarik kertas dibuka.
Isinya tentang tips-tips berpidato di depan umum.
Aku mengernyitkan dahi, “Loh memang kakak gak suka ya?”.
“Iya gak suka!”
“Tapi kan aku mau kakak tampil maksimal besok”
“Iya tetep aja kakak gak suka!”
“Yaudahdeh maaf kalo gitu”
“..” Dia pergi tanpa meninggalkan pesan.
*****
Matahari
bersinar terang. Aku terbangun pagi. Aku tersadar bahwa semalam aku bermimpi.
Mimpi yang indah sekali.. Bertemu pangeran impian meski lewat mimpi! Astaga!
*NOTE
: Maaf kalo ceritanya jelek.
0 Komentar