![]() |
pict by pixabay.com |
Hahaha, begitu ingin mengawali menulis pada torehan tinta virtual pada kesempatan kali ini, banyak kejadian lucu terngiang di seluruh panca indera saya, memaksa saya untuk mengaktifkan semua indera ini. Bibir yang menyunggingkan senyum, mata berbinar diikuti tangan kanan mengepal berpelukan dengan hidung, serta pekikan tawa yang tak bisa ditahan.
Saya menertawakan diri saya sendiri. Begitu banyak hal
bodoh setiap hari yang tanpa saya sadari seperti perlawanan internal. Entahlah saya
pun bingung menyebutkannya seperti apa. Disatu sisi saya tak ingin takabur,
ujub, apalagi riya, disisi lain saya juga tak ingin menjadi merendah. Bagaimana
saya dapat berdiri seimbang? Sulit! Pertanyaan ini juga saya kategorikan
sebagai pertanyaan sulit! Seperti banyak orang bertanya, “Bagaimana caranya
istiqomah?”
Dan kau tahu, pernah suatu saat saya berfikir, manusia
sudah kodratnya berbuat salah, iman kadang naik, kadang turun, naik karena
ketaatan dan turun karena kemaksiatan. Berarti, kunci untuk membuka jalan yang
lurus (istiqomah) tersebut adalah ketaatan! Hal ini tak kan berarti jika kau
hanya mencari jawaban dari kausalitas keistiqomahan. Ya begitulah yang saya
faham. Saya sebagai manusia pun tak luput dari rasa futur, malas, berleha-leha
dengan waktu. Meski di suatu waktu saya rajiiiiiiiiin sekali, iman sedang
bagus-bagusnya, saya tak bisa menjamin esok hari akan sama seperti saat ini. Ya
Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati, teguhkanlah hati kamu di atas Agama-Mu.
Balik ke topik awal ya, yaitu tentang tertawa, hal ini mungkin saja sepele
bagi yang lain. Namun tidak bagi saya pribadi. Semakin larut, semakin dianggap
sepele, justru perkara ini makin membesar layaknya tumor ganas. Ada pepatah
mengatakan “Saat ramai, hati-hati dengan ucapanmu. Sedangkan saat sendiri,
hati-hati dengan fikiranmu.” Sungguh benar kata bijak itu. Tak sedikit dari
kita sulit mengerem pembicaraan saat bersama orang lain, juga sulit untuk tidak
“wild fantasy” saat sendiri. Contoh sederhananya saja, kita sering mengingat
atau terpaksa teringat pada kejadian yang membuat kita menunduk tutup muka
tahan malu, seketika hati memprovokasi mulut sehingga keluar perkataan, “Bodoh
bener lah gueee ini! Hadeeeeeeeh malu gueee.” Pernah gak sob kayak begono?
Hehehe ngaku aja deh!
Susah mengendalikan perasaan yang meluap-luap apalagi lingkungan
yang tak acuh menanggapi problematika anggota spesiesnya. Saya akui, saya orang
yang sangat ekspresif. Saat mendapat kabar gembira, saya akan melonjak
kegirangan, berteriak sesuka hati. Namun saat kabar buruk datang, suasana hati
tak tenang. Kalau sudah begini, tak bisa maksimal dalam pekerjaan. Ketika terjadi
hal ini, satu-satunya yang membuat saya tenang adalah ditinggal sendiri sambil
curhat pada Tuhan setelah membaca petunjuk-Nya. Pernah suatu hari saya melewati
kerumunan cowok-cowok tanggung terong-terongan nan tengil,
“Hai ceweeek, assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam.” Jawab saya, namun dalam hati.
Ingin rasanya saat melewati kerumunan seperti itu, saya
pinjam jubah hilang doraemon sebentar agar saya tak dilihat oleh mereka. Atau menggunakan
penghenti waktu, agar saya bisa melewati kerumunan itu tanpa mereka
memperhatikan saya dari ujung atas jilbab sampai sepatu.
Tapi tak bisa! Sumpah, saya sangat membenci moment-moment
seperti itu. Rasa malu ini begitu besar. Seketika pula, rasanya ingin hijrah ke
pulau tak berpenghuni lalu holiday sebulan. Bisa diperkirakan ekspresi saya
saat itu, dengan tatapan seolah merendahkan padahal tidak, saya berjalan cuek
dan cepat melewati kerumunan mereka sehingga tercetuklah :
“Oi sombong banget sih!”
“Sebodoteing!” Dalam hatiku.
0 Komentar