picture by adinut.blogspot.com |
Menjadi
politikus, menjadi penulis, menjadi pelukis, menjadi apapun juga, asal diikuti
oleh dua kata dibelakangnya inshaaAllah hidup tetap mempunyai pedoman.
Politikus yang islami. Penulis yang islami. Pelukis yang islami. Apapun profesinya,
terpenting adalah bubuhkan kata “yang islami” dibelakangnya. Tak semua orang
bisa menjadi apa yang dia inginkan, mungkin Tuhan mengamanahkan ia dibidang
yang ia tak suka. Tak mengapa. Toh Dia Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi
hamba-Nya kan? Tapi ada satu profesi, maksud saya: “kewajiban”. Ini urgent. Ini
harus. Kudu. Musti. Wajib dilakukan oleh setiap muslim muslimah. Menjadi da’i.
Menjadi dai’ah. Menjadi penyeru kebaikan, mencegah pada kemungkaran.
Minimal
menjadi da’i untuk dirinya sendiri. Lalu menebar indahnya islam pada orang
lain. Pada keluarganya. Anak. Istri ataupun suami. Ibu. Bapak. Adik ataupun
kakak. Paman bibi. Kakek nenek. Sepupu sepipi *eh. Setelah syurga kecil dalam
keluarga ini terbangun, barulah berbagi kebermanfaatan pada lingkungan
sekitarnya adalah the next mission. Menjadi keluarga teladan. Meski tak ada
yang luput dari ketidaksempurnaan, kita diciptakan dengan ketidaksempurnaan
untuk saling melengkapi. Bukankah memang itu tujuan diciptakan manusia selain
beribadah? Bersama Allah apa sih yang gak mungkin. With Allah, everything is
possible.
Jika
lingkungan sekitar sudah merasakan indahnya islam, lanjut ke level berikutnya.
Me-masyarakatkan islam. Berbagai suka, ras, dan agama saling menghargai
perbedaan dan bahu membahu menciptakan perdamaian dan kemajuan. “Iptek tanpa
imtaq ibarat peradaban yang sudah maju namun kerusakan dan chaos anywhere.
Sedangkan imtaq tanpa iptek ibarat peradaban yang damai tanpa kemajuan. Kita
memerlukan keduanya untuk membuat dunia maju dan damai.”
Bukankah
membayangkannya saja itu terasa indah kawan? Maka ayo! Bersama-sama kita
berjuang tuntaskan perubahan! Mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang.
TANPA NANTI. TANPA TAPI.
0 Komentar