Dalam Dekapan Cinta (Cahaya Indah Tilawah Al Qur’an) di Bulan Mulia

Ust. Wildan Firdaus saat menyampaikan materi. Rabu (1/6/2015) di Musholla Darul Muttaqin
Rabu pagi, (1/6) kumpulan bapak, ibu, beserta segelintir anak muda duduk takzim mengikuti rangkaian acara “Halaqoh Cinta Qur’an” di musholla Darul Muttaqin yang berlokasi di Jl. Sultan Haji Gg Perintis 2, tepat belakang Mall Boemi Kedaton. Ustadz yang menjadi permateri adalah ustadz Pembina Halaqoh Cinta Qur’an, yakni Ustadz Wildan Firdaus. Beliau orang asli dari Tasikmalaya, namun berdomisili di Serpong. Ustadz ini rela jauh-jauh dari Serpong demi berbagi sedikit ilmu dengan masyarakat kedaton, juga berbagi mushaf.

Beliau menjelaskan, ada tahapan cinta Al Qur’an. Yakni BENCI, AKRAB, NAKSIR, CINTA, SETIA, SIAGA. Masing masing tahapan mempunyai akronimnya. Benci adalah akronim dari :
B:erpaling dari mendengar ayatnya
E:nggan membacanya
N:egatif thinking
C:ari banyak alasan
I:ndispliner
Satu tingkat diatas benci yakni, C.I.N.T.A. Ustadz Wildan mendefinisikan cinta sebagai kumpulan rasa suka yang melewati batas logika. Suka mendengar Al-Qur’an, suka membaca-nya, dan akumulasi suka lainnya. Jika hanya sekedar suka mendengar tapi belum suka membaca, belum masuk tahapan cinta namanya.
Getaran CINTA hanya dapat dirasakan oleh mereka yang MaSih WaRas (Makhrojnya benar, Sifatnya jelas, Hukumnya terjaga, Waqof wal ibtidanya tepat, Riwayatnya shahih). Islam datang dengan CINTA. Dan tak semua orang langsung menerima. Ingatkan kisah Umar Bin Khattab yang benci sekali dengan Rasulullah SAW pada awalnya namun Umar yang sekasar itupun luluh ketika mendengar adiknya membaca alunan Al Qur’an nan syahdu, hingga akhirnya ia menyatakan diri untuk masuk islam.
Sayang sekali saat sesi pertanyaan, saya lupa untuk menanyakan akronim dari AKRAB, NAKSIR, CINTA, SETIA dan SIAGA pada sang Ustadz. Sesi pertanyaan, seorang bapak bertanya,
“Bagaimana tadz kalau kita sudah menghapal surah pendek, namun besok-besoknya malah lupa?”
Dengan menyungging senyum setengah lingkaran, Ustadz menjawab “Jawabannya simple pak, kalau tak mau lupa jadilah malaikat. Lupa memang menjadi sifat dasar (tabiat) manusia. Lupa memang tak bisa dihilangkan, namun untuk meminimalisirnya bisa dengan cara murajaah (mengulang) hafalan. Seperti surat Al fatihah. Karena seringkali diluang pada setiap waktu, melupakannya adalah sesuatu yang mustahil.”
Pertanyaan kedua yakni dari kakak kakak berkacamata yang saya lupa namanya, beliau bertanya, “Tadz bagaimana caranya tetap menjadi baik, namun lingkungan seolah berbeda haluan?”
“Jadi begini, tipikal manusia ada 2 macam, ada yang mewarnai, dan ada yang diwarnai. Kalau adek masuk ke tipe yang pertama, itu bagus. Karena bisa mempengaruhi orang lain supaya bisa merasakan indahnya islam seperti adek. Berinisiatif membumikan islam di tempat tinggalnya. Untuk tipe yang kedua, yaitu diwarnai, ini adalah seseorang yang mudah terpengaruh. Bila ada di lingkungan baik ia terpengaruh menjadi baik pula. Semisalnya anak didik saya, saat di pesantren kelakuannya baik karena terbawa lingkungan, ketika pulang ke rumah, ia sudah terkontaminasi dengan lingkungan tempat tinggalnya yang cenderung tidak mengindahkan taatnya aturan pada islam. Orang seperti ini harus ada yang mengingatkan, harus selalu dekat dengan orang baik, berkomunikasi dengan orang baik, dan bimbingan berlanjut.”

MasyaAllah. Supersekali jawaban Ustadz Wildan. Jujur, ini acara luar biasa banget deh. Banyak doorprize. Ada pembagian mushaf juga untuk 20 pendaftar pertama. Saya dan ibu saya dapet masing-masing 1 mushaf (Al Qur’an ukuran A4). Lalu karena ibu saya menjawab pertanyaan dari Ustadznya, 2x pulo, jadinyo amak aku dapok mushaf lagei, duo mushaf. Yang satunya Al Quran cilik, yang satunyo lagi Al Qur’an Hafalan. Alhamdulillah ya Rabb. Namun satu hal yang kurang dari acara ini. Anak mudanyo. Publikasinya kurang gencar. Publikasinya hanya penempelan pamflet di unila, tidak lewat media sosial. Sungguh sangat disayangkan sekali.

Posting Komentar

0 Komentar